Kamis, 13 Maret 2014

GOLONGAN YAHUDI


KAUM IMAM
Imam adalah merupakan suatu golongan profesional (Mrk.11:18;14:10) bagi orang Yahudi. Imam mengerjakan berbagai kewajiban yang resmi di Bait Suci. Imam besar juga menjadi kepala Sanhedrin di Yerusalem. Ada sepuluh Sanhedrin lain di tempat-tempat yang berbeda. Di bawah pemerintahan Romawi; imam besar diangkat oleh gubernur Romawi.
Farisi (yang berarti: tersendiri, terpisah) adalah sekelompok orang yang menjadi pemimpin agama Yahudi yang sangat disegani oleh rakyat dan dianggap sebagai utusan Allah, sebagai ‘orang-orang alim’. Golongan Farisi adalah merupakan ahli Taurat (orang-orang yang mempelajari Taurat/Torah Musa dari hari ke hari, serta mengajarkannya kepada rakyat umum). Di antara orang Farisi terdapat orang-orang yang sangat memusuhi Yesus. Mereka tidak hanya mengerti tuntutan-tuntutan Yesus, tetapi juga dapat mengenali ancaman tuntutan-tuntutan tersebut terhadap status quo. Rasul Paulus adalah seorang Farisi yang dengan keras menganiaya orang Kristen, tetapi yang kemudian hari menjadi Salah seorang yang paling efektif membela iman Kristen. Tradisi-tradisi orang Farisi tetap bertahan setelah pembinasaan bait suci dan kekalahan yang menghancurkan pemberontakan Bar Kochba. Tradisi-tradisi orang Farisi adalah sumber dari apa yang dikenal sebagai Yudaisme para rabi. Sejauh yang dapat diketahui dari Misynah (kumpulan tradisi-tradisi orang Farisi), ajaran orang Farisi tidak sepenuhnya menentang ajaran Yesus. Hal ini tidak mengherankan, karena tugas pokok orang Farisi adalah menerapkan Alkitab Ibrani, terutama kelima kitab Musa, dalam mengamalkan kehidupan sehari-hari. Minat mereka terhadap pokok-pokok tertentu dalam agama, seperti berpuasa dan kesucian ritual adalah sejalan dengan minat mereka terhadap kesalehan. Dengan berbagai macam jalan, golongan ini selalu berusaha untuk mencari pujian dari orang banyak, serta hanya mau dianggap baik dan saleh.
Orang Saduki adalah orang-orang Yahudi bangsawan yang tidak bersimpati kepada ajaran-ajaran orang Farisi. Ajaran orang Saduki jauh berbeda daripada ajaran Farisi. Orang Saduki menyatakan bahwa hanya kelima kitab Musa yang berkuasa. Orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan orang mati dan tidak percaya adanya malaikat. Dalam kehidupan keseharian, golongan ini merupakan kaum bangsawan yang tidak suka bergaul dengan orang banyak, tidak suka mempedulikan masalah-masalah ahli Taurat, menganggap diri lebih tinggi, lebih pandai daripada orang banyak.  Sebagai suatu golongan dalam agama Yahudi, orang Saduki tidak berkembang setelah penghancuran bait suci, yang menjadi fokus kekuasaan mereka.
Kelompok sicarii atau "pembunuh-pembunuh" (Kis. 21:38) melakukan semacam perlawanan bersenjata yang khusus. Dengan menggunakan belati (bah. Latin, sicarii) yang disembunyikan dalam pakaian mereka, kaum Sicarii ini membunuh musuh-musuh mereka di tempat-tempat yang ramai, lalu melarikan diri sebelum mereka dapat ditangkap.
Orang Herodian adalah orang-orang Yahudi yang merupakan simpatisan para penguasa dari keluarga Herodes (lihat Mat. 22:16; Mrk. 3:6; 12:13).
"Orang yang takut akan Allah" adalah terjemahan yang lazim dari istilah ini yang beberapa kali terdapat di Perjanjian Baru (Kis. 10:2, 22; 13:16, 26). "orang-orang yang takut akan Allah" ini adalah orang proselit, atau orang yang bertobat kepada agama Yahudi; akan tetapi, mereka tidak dianggap sepenuhnya sebagai orang Yahudi, mungkin karena mereka tidak bersunat. Orang Yahudi bersedia menerima orang-orang yang beralih ke agama Yahudi, namun sukar untuk mengetahui berapa banyak orang yang seperti itu. Rupanya diragukan bahwa ada suatu gerakan "misionaris" Yahudi yang bertujuan menobatkan orang. Ketika Yesus berkata bahwa orang Farisi "mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan satu orang saja," Ia sedang mengacu kepada pengajaran tegas mereka kepada orang-orang di kalangan agama Yahudi, bukan kepada usaha yang kuat untuk menarik orang-orang yang berada di luar agama Yahudi (Mat. 23:15).
Suatu gerakan lain di dalam Yudaisme, yang meliputi komunitas Qumran, terkenal sebagai kaum Eseni. Yosefus menggambarkan kaum Eseni sebagai orang-orang yang dengan ketat menjalankan hari Sabat. Mereka percaya akan keabadian jiwa. Orang Eseni tidak akan menghujat Allah atau makan makanan haram, bahkan ketika diancam siksaan. Beberapa orang Eseni, seperti mereka yang bertempat tinggal di Qumran, menolak untuk menikah. Perjanjian Baru tidak menyebut orang Eseni dengan jelas, tetapi teranglah bahwa banyak gagasan mereka dapat ditemukan di golongan-golongan lain.
Orang Zelot (lihat Luk. 6:15; Kis. 1:13) adalah pembangkang bersenjata yang berjuang melawan pemerintahan asing dan perpajakan yang mereka kenakan. Mereka bukan suatu organisasi tunggal; sebaliknya nama itu dapat mengacu kepada kelompok atau gerombolan apa saja yang menentang kekuasaan asing. Program merekalah yang dirayakan dalam kitab-kitab Makabe, dan perjuangan merekalah yang berakhir dengan pemberontakan Bar Kochba. Lawan-lawan orang Zelot hanya menyebut mereka "penggarong." Menurut Yosefus, orang Zelotlah yang memimpin pertahanan bait suci di Yerusalem dan dikalahkan pada tahun 70 M.
KAUM RAKYAT

Keberadaan rakyat di dalam kehidupan orang Yahudi adalah dianggap rendah oleh para ahli Taurat dan imam. Dengan cara menghina, para ahli Taurat berkata: “orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka” (Yoh. 7: 49).  Walaupun rakyat bukan suatu kelompok yang terpadu, sungguh menyesatkan bila hanya mendaftarkan kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan yang lebih mudah dikenali di kalangan agama Yahudi serta mengabaikan orang Yahudi pada umumnya. Keikutsertaan rakyat jelata dalam ibadat kepada Allah dan hal mendengarkan Firman Allah dijamin oleh jumlah sinagoge yang didirikan di semua daerah yang didiami oleh rakyat jelata.


Created By: Vik. Jefri Putra Tampubolon, S.Th
Sumber Bacaan:  
- - Prof. Dr. J.H. Bavinck, “SEJARAH KERAJAAN ALLAH II”, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2007

Selasa, 11 Maret 2014

EKSISTENSI PENATUA

PENATUA SEBAGAI GEMBALA DI DALAM TUGAS PELAYANAN GEREJAWI
Apabila warga jemaat ditanya: apakah tugas seorang Penatua? Pada umumnya warga jemaat akan memberi jawaban dari segi seremonial atau ritual peribadahan bahwa tugas seorang Penatua adalah: berkhotbah, memimpin kebaktian-kebaktian yang dilaksanakan jemaat di gereja dan di kebaktian sektor, atau tugas lain yang berkaitan dengan ibadah (memimpin nyanyian, mengumpulkan persembahan, membacakan warta jemaat, pendoa syafaat). Menerima jawaban itu, maka seringkali motivasi jemaat untuk mengangkat Penatua didorong oleh tujuan untuk mencukupi kebutuhan tenaga dalam melayani peribadahan. Tidak jauh berbeda dengan jawaban dari warga jemaat, para pelayan jemaat pun banyak beranggapan bahwa tugas panggilannya yang utama adalah pelayanan yang berkaitan dengan peribadahan, sehingga tidak sedikit pelayan jemaat yang merasa bahwa dirinya sudah memenuhi tugas panggilannya sebagai pelayan jikalau sudah melaksanakan pelayanan sesuai dengan jadwal petugas (roster) yang telah ada. Dalam Agenda GKPI pada bagian penahbisan pelayan jemaat, tidak ada satupun dari beberapa penjabaran tugas yang membicarakan pelayanan dalam acara kebaktian atau peribadahan, walaupun hal tersebut termasuk tugas pelayan jemaat. Menurut penulis, hal tersebut adalah hendak menyampaikan bahwa dari keseluruhan uraian tugas pelayan tahbisan ada makna yang terkandung di dalamnya yang menjadi tugas utama dari seorang pelayan, yaitu: penggembalaan.
Tugas penggembalaan (menggembalakan) yang dilaksanakan oleh para pelayan jemaat adalah merupakan Amanat dari Tuhan Yesus (sang kepala gereja) kepada para hambaNya dengan mengatakan: “Gembalakanlah Domba-Dombaku” (Yoh. 21: 15-19). Dalam Kisah Para Rasul 20: 28, Rasul Paulus menasehatkan para Penatua di Efesus: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri”. Melalui ayat itu, maka dapat diketahui dan dipahami bahwa betapa sangat berharganya seluruh warga jemaat bagi Tuhan, yang telah ditebus dengan darahNya sendiri.
Cakupan Tugas Penggembalaan
Pelayan Jemaat sebagai gembala adalah penggembala bagi kawanan domba yang telah diberikan oleh Tuhan. Pelayan Jemaat sebagai gembala, dalam pelaksanaan penggembalaan, ada beberapa cakupan tugas penggembalaan yang harus diperhatikan dan dipahami, sebagaimana dinyatakan di dalam Alkitab, yaitu:
a. “Aku mengenal domba-dombaKu” (Yoh. 10: 14)
Gembala harus mengenal kawanan domba yang digembalakan. Dalam hal itu, maka seorang pelayan harus mengenal warga jemaat yang dilayani. Pengenalan terhadap warga jemaat meliputi: latar belakang hidupnya, pribadinya, keluarganya, keadaan sosial ekonominya, pergumulannya, harapan dan cita-citanya, hingga keadaan hidup rohaninya.
b. “Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang” (Mzm. 23: 2)
Tugas penggembalaan adalah menyediakan makanan rohani bagi warga jemaat. Oleh karena itu, pelayan jemaat harus dapat menyediakan dan membagikan (mengajarkan atau memberitakan) Firman Tuhan di wilayah pelayanan masing-masing, seumpama murid-murid Tuhan Yesus yang membagi roti dan ikan sehingga semua orang banyak dikenyangkan. 
c. “Ia menyegarkan jiwaku” (Mzm. 23: 3)
Gembala adalah penyegar bagi kawanan domba. Oleh karena itu, seorang pelayan jemaat harus menghibur atau memberikan penghiburan kepada warga jemaat yang kehilangan semangat, putus asa, yang tertekan, yang lesu, dan yang berduka. 
d. “Ia menuntun aku di jalan yang benar” (Mzm. 23: 3)
Gembala adalah pemimpin, pembimbing, dan penuntun kawanan domba yang digembalakan. Oleh karena itu, seorang pelayan jemaat bertugas memimpin, membimbing, menuntun atau mengarahkan warga jemaat agar senantiasa hidup dan berjalan di jalan yang benar, jalan menuju keselamatan hidup yang kekal, yaitu Yesus, Anak Allah yang tunggal (Band. Yoh. 14: 6).   
e. “Aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku” (Mzm. 23: 4)
Tugas penggembalaan adalah memberikan perlindungan dan rasa aman kepada kawanan domba yang digembalakan. Seorang gembala yang baik adalah selalu melindungi domba-dombanya dari serangan binatang buas dan dari bahaya-bahaya lainnya, misalnya: ajaran yang menyesatkan dan ajaran agama dan kepercayaan yang lain, yang dapat membahayakan hidup rohani.     
f. “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang” (Yeh. 34: 16)
Tugas penggembalaan adalah mencari yang hilang atau tersesat dan membawa kembali pulang. Seorang gembala yang bertanggungjawab tidak akan membiarkan dombanya tersesat atau bahkan hilang. Gembala yang baik adalah gembala yang senantiasa memperhatikan kawanan dombanya. Oleh karena itu, setiap pelayan harus senantiasa memperhatikan warga jemaat yang dilayani. 
g. “Yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan” (Yeh. 34: 16)
Tugas daripada pelayan jemaat sebagai gembala adalah termasuk juga merawat domba-domba yang sakit dan terluka. Dalam Yakobus 5: 14 diberitakan: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.” Oleh karena itu, setiap pelayan jemaat harus tanggap terhadap situasi warga jemaat yang dilayani dan senantiasa siap sedia memberikan pelayanan, termasuk mendoakannya.
Sikap yang diperlukan Seorang Gembala
a. Mengasihi Tuhan Yesus dan domba-dombaNya
Kasih adalah motivasi utama dalam pelayanan sebagai hamba Tuhan, termasuk dalam penggembalaan, yang menjadikan para pelayan tahan uji dan setia di dalam pelayanan untuk melayani. Yesus pernah bertanya kepada Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” (Yoh. 21: 15-19). Pertanyaan itu diulang oleh Yesus sampai tiga adalah untuk mengetahui apakah Simon Petrus benar-benar mengasihi Yesus. Maka setelah Simon Petrus menjawab bahwa dia mengasihi Yesus, lalu Yesus memberikan amanat kepada Petrus: “Gembalakanlah domba-dombaKu”. Jika kita mengasihi Yesus, maka kita akan menuruti perintahNya (band. Yoh. 14: 15). Allah senantiasa mengasihi umatNya, Yesus senantiasa mengasihi kawanan dombaNya, maka setiap pelayan harus senantiasa mengasihi seluruh warga jemaat.       
b. Memiliki kelemahlembutan
Kelemahlembutan adalah sikap yang berlawanan dengan kekasaran, perselisihan, dan sifat tergesa-gesa. Kelemahlembutan terungkap dalam kerendahan hati, kesabaran, dan kasih sayang kepada semua orang. Salah satu sifat Allah adalah panjang sabar, tidak memaksa dan tidak langsung menghukum. Dalam Roma 2: 4 tertulis: “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?” Hal ini hendak menyampaikan bahwa seorang pelayan jemaat haruslah senantiasa sabar dan dengan kelemahlembutan dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka mengenal kebenaran (band. 2 Tim. 2: 24-25). Setiap warga jemaat memiliki kharakter pribadi yang unik, maka metode pendekatan para pelayan juga haruslah unik juga (tidak sama), oleh karena itu kelemahlembutan dan kesabaran sangatlah diperlukan.
c. Bertanggungjawab dan penuh pengabdian
Dalam 1 Petrus 5: 2 Rasul Petrus memberikan nasihat kepada para penatua (pelayan jemaat) dengan mengatakan: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.” Penggembalaan adalah pelayanan yang terberat bagi hamba Tuhan (pelayan jemaat), tidak memberikan keuntungan pribadi, tetapi harus dilaksanakan dengan tulus, sukarela, penuh tanggungjawab dan semangat pengabdian diri. Menjadi pelayan adalah berarti bekerja di dalam pekerjaan Tuhan dan mempertanggungjawabkan pelayanan kepada Tuhan, yang telah memanggil dan memilih para pelayan. Dalam mengemban tugas pelayanan itu, hendaklah setiap pelayan bekerja dengan penuh tanggungjawab dan tidak diperkenankan mencari penghargaan, hormat dan pujian dari orang lain di dalam melayani, karena melayani pekerjaan Tuhan adalah wujud pelayanan dalam Kerajaan Sorgawi, bukan pelayanan dalam kerajaan duniawi.
d. Menjadi teladan bagi kawanan domba (warga jemaat)
Dalam 1 Petrus 5: 3 Rasul Petrus memberikan nasihat kepada para penatua (pelayan jemaat) dengan mengatakan: “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.” Seorang gembala harus dapat menjadi teladan atau panutan bagi yang digembalakannya dalam segala hal (berbicara, berperilaku, dan bertindak) di dalam kehidupan. Oleh karena itu, setiap pelayan jemaat harus dapat memberikan teladan bagi warga jemaat yang dilayani, baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, pekerjaan, bermasyarakat, dan berjemaat. Dalam kaitan dengan berjemaat, para pelayan jemaat harus mampu menjadi teladan dalam mengadakan ibadah di dalam rumah tangga dan memberikan persembahan bulanan. Pelayan sebagai gembala yang juga pemberita firman (pengkhotbah) tidak boleh mengatakan kepada warga jemaat: ”khotbah sayalah kalian dengar, jangan melihat kehidupan saya, kehidupan keluarga saya, karena saya hanya saluran penyampai saja.” Perkataan dan hal seperti itu tidak boleh diungkapkan oleh seorang pelayan, oleh karena khotbah yang disampaikan harus keluar atau bersumber dari hidupnya sendiri. Sama seperti Rasul Paulus menasihatkan Timotius “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Tim. 4:12). Demikianlah halnya seluruh pelayan jemaat, haruslah senantiasa menjadi teladan bagi seluruh warga jemaat. Bagaimana cara untuk dapat menjadi teladan bagi semua orang adalah senantiasa menjadikan Tuhan Yesus sebagai teladan hidup, meneladani sikap dan perbuatan Yesus (band. Filipi 2: 5 ; 1 Petrus 2: 21), serta meneladani pelayanan Yesus (band. Yohanes 13: 15). Amin.
Jadilah pelayan yang melayani bukan untuk dilayani, jadilah pelayan yang menggembalakan bukan untuk digembalakan ”.


Created By: Vik. Jefri Putra Tampubolon, S.Th